Tempat ini dulu terkenal dengan penggembalaan. Kami beternak kuda dan sapi. Sebelum ada reboisasi kami punya ratusan ekor ternak, bahkan yang dikatakan miskin pun masih bisa punya paling tidak 10 ekor. Ternak berkembang biak dengan cepat karena sapi dan kuda hidup bebas, penggembalanya di lahan lapang dan makanan berlimpah, kenang Lius ketua OAT akan kampung halamannya.
Lius menambahkan bahwa reboisasi yang dilakukan kehutanan telah merampas air, pohon-pohon yang ditanam telah menyerap air, yang dulunya rawa menjadi kini menjadi tanah padat, sungai-sungai kecil tempat minum ternak kini mengering. Sekarang savana untuk penggembalaan telah hilang karena ditanam pohon-pohon. Hutan-hutan disekitar yang yang dulunya terdapat pohon lebah juga telah berkurang.
Reboisasi yang dilakukan kehutanan tahun 1984, dalam prosesnya masyarakat diminta untuk bekerja dengan gaji berupa jagung kuning dan ikan kaleng. Sekarang ternak telah berkurang, padahal dari ternak masyarakat hidup sejahtera. Hasil ternak bisa dibuat bayar sekolah dan kebutuhan-kebutuhan mendesak.
Perubahan yang terjadi tak hanya merubah penggembalaan yang mempengaruhi perekonomian masyarakat., perubahan itu juga telah mempengaruhi ritual adat dan membuat konflik antar masyarakat.
Program reboisasi terus terjadi hingga sekarang dan Lius melihat program tidak efektif dan hanya menghabiskan uang.
Bagaimana perubahan-perubahan yang terjadi di Nausus, bagaimana masyarakat menghadapi perubahan lingkungan dan sosial yang terjadi? Simak cerita selengkapnya di Kata Mama Aleta.