“Sadumuk Bathuk Sanyari Bumi, Ibu Bumi Bakal Tak Belani. Ibu Bumi bukan sekadar tempat berpijak, ia adalah ibu sejati yang menghidupi kita semua. Sebagaimana aku berbakti kepada orang tua, demikian pula aku menjaga Ibu Bumi”. (Gunarti, 2024)
Gunarti lahir pada 21 April, tanggal yang sama dengan R.A. Kartini. Seperti Kartini, Gunarti juga memiliki kepedulian terhadap pendidikan, terutama bagi anak-anak Sedulur Sikep di sekitar Gunung Kendeng. Sejak 1993, ia membuka sekolah adat di rumahnya untuk mengajarkan baca tulis, aksara Jawa, serta tata laku Sedulur Sikep. Sekolah ini menjadi ruang bagi anak-anak untuk memahami identitas dan nilai-nilai budaya mereka di tengah modernitas yang semakin menggerus tradisi. Dengan metode ajar berbasis dialog, Gunarti menanamkan pendidikan sebagai alat pembebasan dari penindasan, sebagaimana gagasan Paulo Freire dalam Pedagogy of the Oppressed.
Selain bergerak di bidang pendidikan, Gunarti adalah bagian dari barisan perjuangan warga Kendeng melawan ekspansi industri semen yang mengancam ekosistem karst dan sumber air. Sejak 2007, ia aktif mengorganisir perempuan di 12 desa terdampak, membentuk kelompok-kelompok belajar perempuan yang melawan kerusakan alam, salah satunta dengan mempertahankan gua san sumber air Simbar Wareh. Gunarti percaya perempuan perlu disediakan ruang untuk berbicara diantara mereka dan memahami ancaman tambang terhadap kehidupan. Dengan bersepeda ontel atau menumpang kendaraan di malam hari, ia mendatangi rumah-rumah dan pengajian untuk berbagi informasi, memperkuat solidaritas, dan mengajak perempuan ikut serta dalam gerakan mempertahankan tanah leluhur.
Perjuangan Gunarti tidak hanya menghadapi korporasi, tetapi juga tekanan sosial dan intimidasi. Rumahnya kerap diawasi, suaminya mendapat sindiran, dan ancaman datang dalam berbagai bentuk. Namun, ia tetap teguh, meyakini bahwa alam adalah sekutu perjuangan. Baginya, kata-kata adalah senjata, dan membangun kesadaran masyarakat adalah kunci mempertahankan ruang hidup. Dari pendidikan hingga advokasi lingkungan, Gunarti menunjukkan bagaimana perempuan dapat menjadi motor perubahan dalam menyelamatkan rakyat dan alam.