Salah satu alasan yang melatarbelakangi hadirnya undang-undang ini adalah karena peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kekerasan seksual belum optimal dalam memberikan pencegahan, perlindungan, akses keadilan, dan pemulihan. Selain itu, peraturan perundang-undangan yang ada saat ini juga belum memenuhi kebutuhan hak korban tindak pidana kekerasan seksual, dan belum komprehensif dalam mengatur mengenai hukum acara.
Jenis-jenis tindak pidana kekerasan seksual diatur dalam Bab II tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Berdasarkan ketentuan tersebut, jenis-jenis tindak pidana kekerasan seksual mulai dari pelecehan seksual non fisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual hingga kekerasan seksual berbasis elektronik.
Selain itu, jenis-jenis tindak pidana kekerasan seksual lainnya yang terdapat dalam Pasal 4 ayat (2) ini adalah perkosaan, perbuatan cabul, persetubuhan terhadap anak, perbuatan cabul terhadap anak, dan/atau eksploitasi seksual terhadap anak, perbuatan melanggar kesusilaan yang bertentangan dengan kehendak korban, pornografi yang melibatkan Anak atau pornografi yang secara eksplisit memuat kekerasan dan eksploitasi seksual, pemaksaan pelacuran, tindak pidana perdagangan orang yang ditujukan untuk eksploitasi seksual, kekerasan seksual dalam lingkup rumah tangga.
Tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya merupakan Tindak Pidana Kekerasan Seksual hingga tindak pidana lain yang dinyatakan secara tegas sebagai Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
UU TPKS ini juga mengatur agar hukum acara peradilannya juga menerapkan prinsip-prinsip tersebut, terutama saat melakukan pemeriksaan saksi dan korban, seperti jaminan yang diulas dalam Pasal 60 (1) bahwa Pemeriksaan terhadap Saksi dan/ atau Korban dilakukan dengan tetap menjunjung tinggi hak asasi manusia, kehormatan, dan martabatnya’ tanpa intimidasi, tidak menjustifikasi kesalahan, cara hidup, dan kesusilaan, termasuk pengalaman seksual Saksi dan/ atau Korban dengan pertanyaan yang bersifat menjerat atau yang tidak berhubungan dengan Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Sumber:
Presiden Republik Indonesia 2022, Undang Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dilihat 16 Oktober 2023, https://peraturan.bpk.go.id/Details/207944/uu-no-12-tahun-2022