web analytics
Home » Para Nausus

Para Nausus

Mery-Liem

Mary Liem

Di Desa Bonle’u, Mary Liem bukan sekadar penenun atau petani. Ia adalah perempuan yang sejak 2014 berdiri di garis depan dalam mengorganisir komunitasnya. Awalnya hanya seorang bendahara kelompok, belakangan ia menggerakkan 20 kelompok tani dan tenun yang beranggotakan lebih dari 320 orang. Bersama mereka, Mary tidak hanya bertani dan menenun, tetapi juga menanam harapan dan […]

Mary Liem Read More »

Maria-Sanam

Maria Sanam

Maria Sanam adalah petani dan penenun. Ia juga pengutrus gereja di kampungnya. Ia percaya bahwa menjaga lingkungan bukan hanya tentang melindungi alam, tetapi juga mempertahankan kehidupan, identitas, dan martabat komunitasnya. “Air adalah darah, hutan adalah rambut, tanah adalah daging, batu adalah tulang.” Bagi Maria, kehilangan satu berarti kehilangan semuanya. Ia adalah Nausus angkatan pertama yang

Maria Sanam Read More »

Maria-Loretha

Maria Loretha

“Bagaimana caranya puasa? Puasa untuk makan makanan tidak sehat, puasa untuk tidak mencemari tanah dengan sampah-sampah plastik, puasa dengan tidak mengkonsumsi gula terlalu tinggi, puasa untuk tidak makan makanan kekinian, puasa untuk tidak mencaci-maki sesama.” (Maria Loreta) Maria Loretha, yang akrab disapa Mama Loretha, tidak hanya dikenal sebagai pelopor gerakan budidaya sorgum di Flores Timur,

Maria Loretha Read More »

Mardiana

Mardiana Darren

“Kembalikan yang sudah dirampas, hijaukan yang gundul, pulihkan yang rusak, rawat dan pelihara ciptaan Tuhan serta warisan leluhur”. (Mardiana Darren, 2024) Mardiana Darren adalah sosok perempuan adat Dayak Ma’anyan yang menggabungkan berbagai peran dalam perjuangannya: sebagai perawat, penyembuh (healer), budayawan, dan pembela tanah adat. Setelah pensiun sebagai perawat, ia tidak hanya berfokus pada pengobatan medis

Mardiana Darren Read More »

Jull-Takaliuang

Jull Takaliuang

“Ketika semesta sudah memilih kita menjadi penjaganya, maka kita sebagai manusia tak punya kuasa untuk menolaknya. Jadi segala risiko, semua yang ada di diri kita itu harus kita gunakan untuk menjaga alam.” (Jull Takaliuang, 2024) Jull Takaliuang bukan hanya aktivis lingkungan, tetapi juga suara lantang dari masyarakat kepulauan yang terpinggirkan. Lahir di Pulau Sangihe, sebuah

Jull Takaliuang Read More »

Scroll to Top