web analytics
Home » Blog » Selamat Hari Lingkungan Hidup Sedunia!
Hari Lingkungan Hidup Sedunia

Selamat Hari Lingkungan Hidup Sedunia!

Mari memperjuangkan Hak dan Memenuhi Kewajiban sebagai Warga Pribumi

Saya ucapkan terima kasih kepada para pemikir dahulu yang mencetuskan Hari Lingkungan Hidup Sedunia. Ini sangat luar biasa karena setiap tahun diperingati. Tahun in Hari Lingkungan Hidup,  5 Juni 2025, hari Kamis Pon, beriringan juga dengan Idul Adha di hari berikutnya. Ini momen yang sangat langka, sangat baik untuk jadi perenungan.

Di momen hari besar Hari Idul Adha ini, seharusnya jadi perenungan sebagai cambuk kecil buat semua manusia. Apakah kita sudah bisa berbuat dengan jujur, tulus, ikhlas seperti Nabi Ismail yang rela mengorbankan putranya untuk disembelih? Sudahkah kita bisa berbuat dengan jujur, tulus, ikhlas demi lingkungan kita?

Apakah hari besar itu hanya untuk diperingati untuk seremonial saja tanpa wujud tindakan nyata?

Pada kenyataannya, di penjuru dunia, masih banyak—hampir merata— lingkungan kita terancam, diserang, dijajah, dirusak, setengah pingsan, hingga mau meninggal dunia. Karena kebijakan yang tidak berpihak kepada keberlanjutan lingkungan.

Lingkungan dibunuh secara perlahan-lahan, dibunuh melalui pabrik-pabrik besar, yang membuang limbahnya ke lingkungan sekitar. Termasuk, pabrik juga sampah plastik kemasan apapun, dari kebutuhan bungkus terasi hingga bungkus mersi (mobil).  dan kamilah wong cilik, petani, yang jadi korbannya.

Hati ini sedih sekali… menjerit… menangis.

Limbah dan sampah menimbun, membunuh tanah-tanah kami, sawah-sawah, dan lingkungan yang dulu hidup jadi mati. Termasuk tanaman-tanaman, sungai-sungai, ikan, binatang, ekosistem lainnya pun terancam musnah. Untuk bisa berlanjut hidup rasanya sangat sulit, apalagi untuk menghidupi.

Lingkungan dirusak demi kepentingan sesaat, mengatasnamakan pembangunan, mengatasnamakan kesejahteraan rakyat, dilihdungi oleh peraturan negara. Jadi perusakan itu dipayungi hukum.

Saya merasakan lingkungan hidup ini tidak bisa bertahan lama. Karena di manapun, lingkungan dijarah, dirusak. Gunung-gunung dibongkar, hutannya dibabat habis-habisan, dikeruk lautnya, seperti perempuan yang dilucuti pakaiannya, diperkosa siang malam tanpa belas kasihan. Tak ada yang peduli rintihan jeritannya, urat nadinya dipotong, berdarah-darah, dibiarkan mengalir tanpa henti. Sampai menetes kehabisan darah pun tak dihentikan.Walau sekedar menolongnya pun, peraturan lesu untuk memberantas oknum kaum perusak.

Tidak ada peraturan yang dengan tegas melindunginya. Jikapun ada peraturan yang baik, itupun tak dijalankan sebagaimana mestinya. Bahkan jika mempertahankan hak, kami dianggap melawan negara. Negara seolah tak peduli. Dia anggap lingkungan itu benda mati, padahal hutan, gunung, laut, bukanlah alam yang hanya diam. Apalagi manusa, bukankah lingkungan itu juga ada manusianya, kan? Manusia bisa diajak bicara, bukan?

Tapi kenapa kita sebagai manusia, sebagai rakyat kecil, tak pernah didengar ketika bersuara? Tak pernah diajak rembukan ketika mau memutuskan satu peraturan?

Peraturan ini dibuat untuk apa? Untuk siapa? Apakah memang peraturan dibuat untuk menindas rakyatnya sendiri? Untuk menjarah hasil bumi sendiri?

Isi bumi ini bukan milik manusia, tugas kita sebagai manusia hanya ngopeni, merawat, menanam, menggunakan secukupnya.

Dipikirnya lingkungan tidak bisa berbicara, hingga tak perlu diajak bicara, tak dihormati dan disegani.

Duh Ibu Bumi… Maafkan anak-anakmu ini. Aku ingin Ibu Bumi lestari selamanya. Kami akan terus berupaya sekuat jiwa raga untuk mengingatkan mereka: orang-orang yang sok kuasa, yang jauh dari rasa syukur, bahwa hidup ini tidak akan ada gunanya tanpa Ibu Bumi. Tanpa tanah air, tanpa gunung, tanpa hutan, tanpa laut, tanpa sawah.

Kami akan terus bergerak untuk mempertahankan hak sebagai warga pribumi yang mencintai Ibu Bumi, mencintai alam semesta, mencintai nusa dan bangsa, mencintai tanah air, mencintai sesama hidup.

Kami akan berusaha untuk memahamkan ke anak-anak kami, generasi-generasi muda, untuk peduli kepada lingkungan, menjaga, mewarisi, menggunakan secukupnya, dan setelah itu diwariskan ke generasi berikutnya.

Lingkungan harus terus hidup, berkelanjutan dari dahulu, untuk sekarang, dan besok yang akan datang. Terima kasih lingkungan, terima kasih alam. Kamu hidup sehingga kami masih bisa merasakan dan menikmati keberadaanm, serta menjadi bagian kehidupan mu.

Scroll to Top