web analytics
Home » Blog » Kelahiran Kedua Sorgum di Nusa Tenggara Timur: Wujud Cinta dan Semangat Ketahanan Pangan
6-Ingatan Pangan Lelulur Yang Perlahan Jadi Jalan Selamat

Kelahiran Kedua Sorgum di Nusa Tenggara Timur: Wujud Cinta dan Semangat Ketahanan Pangan

Pangan alternatif tidak hanya meruntuhkan logika swasembada yang didikte negara. Kelahiran kembali sorgum adalah bentuk perlawanan serius dari masyarakat kepada negara.

Kenihilan manis modernisasi adalah kemewahan yang dibayar melalui pahitnya fakta benderang yang mempertontonkan kepada kita bahwa kejahatan hari ini bukanlah inisiasi alamiah, melainkan efek domino dari kebijakan Rezim Orde Baru. Rezim yang memaksakan pangan beras sebagai bahan pokok utama bagi masyarakat seluruh Indonesia.

Kebijakan Revolusi Hijau dan Swasembada Beras era Soeharto memang meningkatkan produksi pangan secara besar. Namun, harga yang harus dibayar untuk swasembada sementara itu harus kita bayar hari ini. Revolusi Hijau memasifkan penggunaan bibit unggul, pupuk kimia, dan pestisida yang sebelumnya tidak terlalu dikenal masyarakat.1

Sayangnya, modernisasi tersebut tidak menjawab akar permasalahan yang ada. Masyarakat pedesaan malahan mengalami ketergantungan terhadap pupuk kimia dan tanaman padi.2 Hal demikian tidak hanya membuat petani semakin miskin, namun juga mencerabut mereka dari akar leluhurnya. Dengan memaksakan pencetakan sawah untuk peningkatan produksi beras, Orde Baru menciptakan ketergantungan masyarakat yang awalnya mempunyai segudang pangan alternatif, menjadi konsumen pokok dari hasil olahan padi.

Bencana kelaparan di masyarakat desa tidaklah dapat diterima secara logika. Pada 2023 lalu, 23 orang dari 13 kampung di Yahukimo, Papua meninggal akibat bencana kelaparan.3 Mereka kelaparan di tengah alam yang kaya. Bukan karena alamnya yang tidak memberi pangan, namun masyarakatnya telah tercerabut dari pengetahuan akan wilayahnya sendiri.

Kejadian yang sama juga terjadi di Flores Timur dan Lembata. Lamaholot adalah suku yang mendiami wilayah Flores Timur dan Lembata. Pada suatu masa, terjadi bencana kelaparan menimpa siapa saja. Termasuk satu keluarga dengan delapan anak, tujuh laki-laki dan satu perempuan yang bungsu.

Di balik alam yang kaya, kita masih dihadapkan krisis pangan? Ironi bagaimana tragedi demikian dibiarkan bahkan disengajakan berlangsung dan kait mengait hingga hari ini oleh negara. Mengimani apa yang terjadi hari ini justru amat melahirkan pertanyaan besar kegunaan pembangunan kalau, sekali lagi, kita masih mengenal bencana berwujud kelaparan?

9-Ingatan Pangan Lelulur Yang Perlahan Jadi Jalan Selamat
Memilah biji sorgum dalam tampah bambu. Proses pemilahan ini diperlukan untuk mendapat biji sorgum yang bagus.

Penyamarataan adalah Penghancuran

Telah menjadi catatan lama, bagaimana masyarakat NTT dipaksa mengonsumsi produk yang tidak mereka butuhkan. Ide bodoh Orde Baru yang memilih membakar api di tengah salju ketimbang mencari humus di depan mata untuk menghangatkan badan saat prahara kedinginan.

Beras telah menjadi komoditas pokok masyarakat NTT sejak era Soeharto. Mulanya, Belanda memang mengenalkan beras sebagai bahan pangan, meski saat itu konsumsinya hanya terbatas pada kalangan sosial atas saja. Masyarakat umum masih mengandalkan pangan lokal, seperti ubi, jagung, sorgum, dan jewawut. Tanaman-tanaman tersebut lebih cocok dengan iklim NTT yang kering dibanding beras yang membutuhkan irigasi.

Kehadiran kebijakan swasembada beras Orde Baru membawa badai besar bagi pangan-pangan lokal. Soeharto menjadikan beras sebagai makanan pokok nasional, hal itu lalu ia implementasikan dengan program cetak sawah, raskin dan program lainnya. Program-program sentralistik itu pada akhirnya mengubah pola konsumsi masyarakat NTT.

Pada 2022, kebutuhan akan beras di NTT membutuhkan 523 ribu ton, angka itu semakin melonjak hingga 1.3 juta ton pada 2025.4 Berbanding terbalik dari itu, produksi beras NTT pada 2024 hanya berkutat di angka 414 ribu ton saja.5 Maka tak heran, bila harga beras rata-rata di NTT di lebih mahal dibanding daerah lain. Di Lembata, pada April 2023 harganya bisa mencapai Rp 17.000 per kilogram.6

Alih-alih sadar, pemerintah malah mencoba mengamplifikasi masalah dengan melakukan pencetakan sawah sebanyak 155 ribu hektar di NTT.7 Ini sejalan dengan visi usang swasembada pangan Prabowo Subianto. Dalam pengulangan, tidak hanya usang, visi tersebut adalah warisan kolonial yang terus ditancapkan kepada masyarakat NTT.

Jalan sejarah telah membuktikan, penyamarataan tidak lebih dari penghancuran. Swasembada beras tujuannya bukan memenuhi konsumsi masyarakat lokal, namun untuk memenuhi perut masyarakat Indonesia bagian barat.

5-Ingatan Pangan Lelulur Yang Perlahan Jadi Jalan Selamat
Maria Loretha bersama Jack Carvalho, warga Desa Pajinian, sedang menanam sorgum. Lahan yang ditanami sebelumnya merupakan lahan sorgum. Sebelum ditanami, ilalang dan rerumputan di lahan dibabat dan dibakar. Sorgum ditanam pada lubang-lubang tugal yang sudah disiapkan, tanpa mengolah tanah.

Merayakan Kelahiran (Kembali) Sorgum

Kelahiran kembali sorgum dalam masyarakat NTT melalui buah pikir Maria Loretha menggambarkan dengan jelas betapa inisiasi cinta selalu bertumbuh organik di tengah masyarakat. Buah murni dari nurani rakyat kepada rakyat. Sorgum datang kembali, menghidupkan nyala cinta dan membagikan terangnya di tengah gulita krisis pangan.

Nenek moyang tidak pergi. Nyawa Jedo Pare Tonu Wujo menghidupi kelahiran kedua sorgum di nusa tenggara. “Jangan sedih dan takut, pesan ini sesuai dengan kehendak Yang Maha Kuasa (Leran Wulan, Tana Ekan)”.

Kelahiran kembali sorgum tidak hanya menyelesaikan persoalan krisis pangan masyarakat. Maria Loretha bukan cuma menghidangkan makanan di meja makan masyarakat NTT. Lebih jauh, ia membangkitkan wujud perlawanan paling serius masyarakat dari kegagalan negara menjamin hak dasar—makanan—rakyatnya.

Saya amat mengagumi bagaimana Maria Loretha dan Masyarakat NTT bangkit dari sisa kekacauan masa lampau lewat ingatan sejarah dan cinta. Bahkan ketika dipojokkan oleh sesama bangsanya sendiri, mereka tetap menemukan cara untuk bangkit.

Meski begitu, masih harus kita insafi, kemandirian masyarakat NTT adalah buah dari kenihilan rasa percaya pada pemerintah. Bukan omon-omon semata, seharusnya negara malu membiarkan rakyatnya bekerja secara mandiri dengan segala kejahatan yang telah dialami.

Mama Sorgum sedang mendikte negara, bahwa masyarakat lebih mengerti apa yang mereka butuhkan dibanding elit-elit di Jakarta. Lewat ingatan sejarah, cinta, dan benih sorgum, Maria Loretha sedang menelanjangi pejabat negara.

1 D.T. Restiyanto dan N Yusroni, “Kegagalan Pembangunan Ekonomi Indonesia Akibat Terperangkap Kegagalan Pendekatan Teori Ekonomi Pembangunan,” AKSES: Jurnal Ekonomi dan Bisnis 1, no. 2 (2006).

2 Ferdi Gultom dan Sugeng Harianto, “Revolusi Hijau Merubah Sosial-Ekonomi Masyarakat Petani,” TEMALI : Jurnal Pembangunan Sosial 4, no. 2 (9 September 2021): 145–54, https://doi.org/10.15575/jt.v4i2.12579.

3 Erlina Santika, “Papua dan Bencana Kelaparan yang Terus Berputar | Pusat Data Ekonomi dan Bisnis Indonesia | Databoks,” Oktober 2023, https://databoks.katadata.co.id/perdagangan/statistik/36899ce0c75c74a/papua-dan- bencana-kelaparan-yang-terus-berputar.

4 “Kebutuhan Beras NTT Jauh Diatas Jumlah Produksi, Ini Data Produksi Kabupaten/Kota – Timur Today,” 24 Januari 2025, https://timurtoday.id/kebutuhan-beras-ntt-jauh-diatas-jumlah-produksi-ini-data-produksi-kabupaten-kota/. 5 Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur, “Produksi Beras menurut Kabupaten/Kota – Tabel Statistik,” 3 Maret 2025, https://ntt.bps.go.id/id/statistics-table/2/OTM0IzI=/produksi-beras-menurut-kabupaten-kota.html.

6 “Penyeragaman Konsumsi Meningkatkan Kerentanan Pangan dan Gizi di NTT,” Rainforest Journalism Fund, diakses 11 Juli 2025, https://rainforestjournalismfund.org/id/stories/penyeragaman-konsumsi-meningkatkan-kerentanan- pangan-dan-gizi-di-ntt.

7 distankp Admin, “Wujudkan Swasembada Pangan, Menteri Pertanian Andi Amran Siap Cetak Sawah Dan Ladang Jagung Skala Besar Di NTT – Dinas Pertanian Dan Ketahanan Pangan Provinsi NTT,” 24 Maret 2025, https://distankp.nttprov.go.id/web/artikel/wujudkan-swasembada-pangan-menteri-pertanian-andi-amran-siap- cetak-sawah-dan-ladang-jagung-skala-besar-di-ntt/.

Penulis : Nayla Chania Wulandari

Scroll to Top