web analytics
Home » Blog » Baju Keang, Pakaian dari Bahan Kulit Kayu, Menyatu dengan Alam dan Leluhur

Baju Keang, Pakaian dari Bahan Kulit Kayu, Menyatu dengan Alam dan Leluhur

Kerap kita lihat, perempuan dayak Ma’anyan di Kalimantan Tengah menggunakan pakaian dari kulit kayu. Misalnya, Ibu Mardiana Daren yang tinggal di Tamiyang Layang, lebih suka menggunakan pakaian kulit kayu yang kadang difungsikan sebagai blazer dan rompi. Atasan berwarna coklat kayu itu masih terlihat pola serat kayunya.

Meski pakaian dari kulit kayu sudah tidak populer dan ditinggalkan, namun bagi perempuan adat seperti Mardiana, kulit kayu bukan sekadar bahan untuk pelindung tubuh. Ia adalah tubuh pohon yang menyerap doa, menyimpan roh leluhur, dan merekatkan manusia pada alam. Pohon seperti terap, nyamu, dan kapuak diambil dengan penuh hormat, lalu kulitnya diolah melalui proses yang melibatkan keahlian tangan, kepercayaan, dan doa. Dari pohon ke tubuh manusia, dari hutan ke rumah panjang, kulit kayu menjadi saksi relasi mendalam antara manusia dan alam. Pakaian dari kulit kayu menjadi penanda identitas Ibu Mardiana sebagai orang Dayak Ma’anyan.

Menyimpan Nama, Doa, dan Identitas

Setiap suku Dayak memiliki jenis kulit kayu yang terhubung dengan identitas kolektifnya. Misalnya, suku Ngaju menggunakan kulit kayu nyamu yang dianggap melambangkan kekuatan dan perlindungan dari leluhur. Proses pembuatannya mencerminkan penghormatan pada alam: kulit dipilih dengan hati-hati, ditumbuk hingga lentur, lalu dijahit menjadi baju seperti king baba dan king bibinge.

Pakaian ini digunakan dalam upacara adat seperti Gawai, di mana pemakainya memanjatkan doa sebelum mengenakannya. Motif-motif yang terukir pun memiliki makna mitologis dan spiritual seperti lambang roh pohon atau hewan gaib. Dengan demikian, pakaian kulit kayu menjadi pelindung spiritual dan simbol penyatuan dengan semesta.

Warisan Tubuh, Pelestarian Masa Kini

Pengetahuan membuat kulit kayu diturunkan langsung melalui praktik, bukan buku. Anak-anak belajar dari orang tua mereka di hutan dan rumah panjang. Bagaimana memilih pohon, menumbuk kulit, hingga merapal doa saat mengenakannya. Pakaian kulit kayu juga menjadi legitimasi identitas: saat mengenakannya, dia juga mengklaim kembali identitasnya sebagai bagian masyarakat dan wilayah adat dimana dia berasal.

Kini, selain digunakan dalam ritual, kulit kayu juga diolah menjadi tas, rompi, dan berbagai produk ekonomi kreatif. Ia tetap menjaga nilai spiritual, sekaligus mendukung penghidupan masyarakat adat.

Sumber inspirasi utama:

Scroll to Top