web analytics
Home » Blog » Aleta Baun
Aleta

Aleta Baun

“Senjata kami adalah upacara adat. Kami tidak meminta pada negara yang mengizinkan perusakan, tapi pada leluhur yang menjaga tanah ini. Dengan ritus adat, kami melawan siapa pun—masyarakat, perusahaan, bahkan negara—yang menghancurkan Ibu Bumi.” (Aleta Baun, 2024)

Aleta Cornelia Baun, lebih dikenal sebagai Mama Aleta, bukan hanya pemimpin perempuan dari Mollo yang menentang perusakan alam, ternyata ia dikenal sebagai sosok pemberontak sejak kecil. Lahir di Lelobatan, Mollo, 59 tahun lalu, ia dibesarkan dalam keluarga pejabat kerajaan Netpala. Ayahnya seorang Amaf—setara dengan anggota wakil rakyat—tetapi Aleta tumbuh dalam kesederhanaan dan disiplin keras.

Sejak kecil, Aleta dikenal keras kepala dan pemberani. Ia dijuluki “si kepala angin”, anak yang tak takut berbicara dan melawan jika tak sesuai dengan yang dia yakini. Di balik kenakalannya, Aleta adalah pekerja keras. Sebelum dikenal sebagai aktivis lingkungan, ia telah menjalani berbagai pekerjaan: pembantu rumah tangga, pengasuh anak, pekerja LSM, petani, hingga masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) akibat perjuangannya melawan tambang marmer di Mollo. Ketika tambang mengancam batu Nausus, batu keramat yang menyusui batu lainnya, Aleta dan para perempuan Mollo berada di garis depan perlawanan. Mereka menduduki tambang sambil menenun, sebuah strategi unik yang akhirnya berhasil menghentikan penghancuran gunung-gunung batu di Mollo.

Aleta meneruskan perjuangan dari akar rumput ke ruang parlemen. Ia berhasil menjadi anggota wakil rakyat di DPRD NTT, membuktikan bahwa perempuan adat tak hanya berjuang di lapangan, tetapi juga di parlemen. Kini, Aleta terus memperjuangkan hak-hak masyarakat adat dan menyerukan mantra orang Mollo untuk melawan perusakan dan komodifikasi alam: ‘kami tidak akan menjual apa yang tidak bisa kami buat”

Scroll to Top