Di masa lalu, menenun adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan perempuan Mollo. Setiap perempuan akan belajar menenun sejak kecil, dan kemampuannya mengolah benang menjadi kain menjadi tanda kedewasaan. Tenun bukan sekadar keterampilan, tetapi juga simbol identitas, hubungan dengan leluhur, dan bagian dari keseharian komunitas.
Namun, zaman berubah. Pendidikan modern, pekerjaan di kota, dan derasnya arus pakaian pabrikan perlahan menggeser tenun dari kehidupan perempuan Mollo. Kini, semakin sedikit anak perempuan yang mewarisi keterampilan ini. Ruang-ruang tempat perempuan berkumpul, memintal benang, dan bertukar cerita pun kian menyusut. Jika tidak ada regenerasi, menenun bisa menjadi sekadar cerita lama yang dikenang tanpa penerus.
Sebagai upaya menjaga warisan ini, sejak Oktober 2024 Mama Aleta Fund (MAF) dan Organisasi Attaemamus (OAT) menyelenggarakan Sekolah Tenun Nausus. Lebih dari sekadar tempat belajar menenun, sekolah ini menjadi ruang bagi perempuan muda Mollo untuk kembali mempelajari akar budaya mereka, membangun keberanian, dan menjaga warisan yang hampir hilang. Sekolah ini dibuka bagi perempuan muda Mollo berusia 12 hingga 27 tahun untuk memperkenalkan mereka kembali pada tenun sebagai bagian dari identitas dan kekuatan komunitas. Di sini, mereka tidak hanya belajar teknik memintal dan menenun, tetapi juga memahami filosofi di balik setiap helai benang yang terjalin.
Lebih dari itu, Sekolah Tenun Nausus adalah ruang belajar mengenai kepemimpinan. Para peserta dibekali dengan pengetahuan tentang perjuangan menyelamatkan alam dan mempertahankan nilai-nilai lokal di tengah perubahan zaman. Mereka belajar tentang solidaritas, keberanian, dan peran perempuan dalam mempertahankan tanah serta budaya mereka. Sekolah ini bukan hanya tentang merajut kain, tetapi juga tentang menenun kembali keterhubungan dengan leluhur, komunitas, dan masa depan mereka sendiri. Ini adalah perjalanan merajut kembali yang tercerai, sekaligus menenun kepemimpinan perempuan untuk masa depan komunitas Mollo.
Cerita foto (photostory) berikut menggambarkan bagaimana perempuan Mollo, para mama dan perempuan muda mengorganisir diri dan belajar secara kolektif untuk merawat pengetahuan menenun dan kepemimpinan perempuan.
Narasi: Indah dan Mai jebing
Photo: Vembri Waluyas, Mai Jebing, Voni Novita